Aku terlalu mencintai
kota ini. Akhirnya aku menyadari dan merasakannya sendiri. Dulu pernah mencibir
dan mengolok dalam hati orang-orang yang mengungkapkan kecintaan terhadap
kota ini sementara mereka sudah tidak berada di sini lagi. Mereka terlalu
mendramatisir, mereka tidak rasional, dan mereka hanya mencari perhatian,
itulah yang terbersit saat melihat postingan teman atau alumni yang telah
meninggalkan kota ini.
Ternyata karma
menemukanku ! aku mendapati diri dalam keadaan yang sama persis tak ada
bedanya. Aku tak ingin meninggalkan kota ini, aku terlalu mencintainya serta
segala hal yang ada di dalamnya. Aku mencintai Jogja. Jogja kota pertama yang
menjadi tujuanku untuk melanjutkan studi setelah SMA. Bukannya aku tak
mencintai daerahku sendiri, namun aku merasa seolah ada magnet yang memanggilku
untuk menempuh pendidikan di sini. Tuhan menyertaiku selalu. Aku berhasil
menjadi mahasiswa di Universitas Gadjah Mada. Tidak hanya itu, tuhan selalu
memudahkan segala urusanku dalam menyelesaikan studi di kota ini. Aku menyelesaikan
studi selama 3 tahun dan 6 bulan.
Sekarang waktuku tidak
lagi banyak untuk berada di sini. Tidak akan kusembunyikan kesedihan ini, tidak
akan kututupi tangisku, aku tidak ingin meninggalkan Jogja. Aku terlalu
mencintai Jogja.
Kamu bagian dari cinta
itu. Kamu yang menyempurnakan kisahku di kota ini untuk beberapa waktu
terakhir. Kamu membuat segala urusanku menjadi lebih ringan, kesedihanku menghilang,
dan kebahagiaan selalu ada. Kamu bagian dari cerita indahku di Jogja. Yang kusayangkan,
kenapa aku baru menyadari hal ini sekarang? Kenapa Tuhan baru saja memberikan
kebahagiaan ini lalu seperti ingin menariknya kembali? Aku tidak akan melupakan
kata-katamu “jangan sampai mencintaiku melebihi cintamu kepada Allah”. Ya aku
mencintai Tuhanku teramat sangat. Mencintai Tuhan yang menciptakan kamu, kita,
dan semua keindahan ini. Aku tidak akan menduakan cintaku untuk Tuhan karena
Allah sangat mencemburui umatnya yang mencintai sesama umat manusia melebihi
cinta kepadaNya.
Satu hal yang tidak
dapat kupungkiri adalah cinta ini sangat besar adanya, aku tidak bisa
menghalanginya tumbuh hari demi hari. Aku menahannya, namun seperti aku mematahkan
pohon yang baru saja tumbuh subur, menyedihkan dan sia-sia. Tentu saja sia-sia
karena akarnya sudah menancap kuat dan akan bertahan dengan manumbuhkan pohon
yang lebih kuat. Aku mencintaimu. Aku mencintai Jogja. Aku mencintai Tuhan yang
menciptakan semua ini. Jangan patahkan rasaku, aku sudah menanamnya dengan
baik, tidak akan mudah mematikannya.
Jika tidak ada kamu,
mungkinkah aku bisa meninggalkan kota ini tanpa keberatan? Tanpa kesedihan
seperti ini? Atau kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar