Hanya dengan meminta maaf. Seperti biasanya,
maaf hanya menjadi kata yang tidak berarti. Maaf seperti senang bertemu dengan
kita belakangan ini. Tapi tidak memberikan perubahan. Kali ini aku seperti
dibelenggu perasaan dengki. Saat telepon berdering aku bahkan seolah tak
mendengarnya. Aku meneruskan membaca cerita pembunuhan yang menurutku jauh
lebih menarik. Lalu telepon berdering untuk kesekilan kalinya. Aku
membantingnya dan akhirnya tidak bersuara sama sekali. Itu lebih baik. Aku
tidak ingin diganggu oleh maafmu hari ini. Mungkin besok, atau seterusnya aku
akan menolak.
Pintu rumahku diketuk. Aku tidak ingin
membukanya karena aku tahu itu kau. Pintu pun berdecit dibuka, aku sadar
ternyata telah membiarkannya tidak terkunci. Aku lanjutkan saja membaca cerita
pembunuhan. Kau meminta maaf. Aku tak mendengarkan. Kau memegang tanganku. Aku tidak peduli. Kau meminta maaf
lagi, aku semakin tak peduli lalu pergi. Kau menarikku. Apa aku harus
menamparmu? Harusnya kau sadar. Aku tidak ingin lagi memberi maaf. Maaf tidak
akan selamanya bisa kau wacanakan. Maaf karena aku tidak bisa memaafkanmu.
Maaf, kau sekarang seorang yang telah murtad.