Pertama
kali melihatnya aku jijik. Hitam, kental, dan berbau aneh. Tidak pernah menemui
yang seperti itu di daerah asalku. Aku ditawari oleh temanku untuk mencobanya.
Aku hanya meringis, menolak. Aku tidak suka sesuatu yang terlihat asing bagiku.
Selain itu mereka menjajakannya di pinggir jalan alun-alun. Tempat pertama kali
aku melihatnya. Tapi mengapa banyak orang yang tertarik? Aku semakin heran.
Apakah itu bersih? Apakah itu terlalu enak? Hanya mereka yang tahu bagaimana rasanya.
Temanku
menawari lagi, aku mulai tergoda. Mencoba sedikit sepertinya tidak apa-apa.
Ragu-ragu aku mengambilnya, melihat dengan seksama, mencium baunya, lalu mulai
menjilatnya sedikit. Sedikit lagi, lalu memasukkan ke mulut, dan tiada ampun
lagi aku mengunyahnya. Air mukaku berubah. Ternyata tidak seburuk yang aku
bayangkan, enak.
Seolah
mengerti yang ada dipikiranku, temanku menawari lagi dan lagi. Tidak menolak,
aku habiskan tanpa bersisa. Malam itu sangat berkesan. Sampai saat ini aku
masih ingat, rasanya enak sekali. Di sini, belum pernah aku temui. Jujur aku
ingin mencobanya lagi. Kata temanku makanan itu disebut tahu petis.
Sumpah gue ngakak baca chapter ini,akhirnya dari sekian chapter yg bkin gue ngakak cuma "tahu petis" aja.
BalasHapusMasukan nih ye, coba deh dipertimbangin tulisan yg alurnya kaya gini. Lanjuuut dah. Se-mang-at.